Sejarah
adalah suatu peristiwa di masa lampau yang dipelajari dari bukti berupa
benda yang memuat informasi tertentu. Dalam hal kerajaan Sriwijaya ini,
jarak waktu yang terlalu jauh menjadikan banyak perdebatan mengenai sejarah kerajaan sriwijaya
ini, termasuk diantaranya adalah letak pasti kerajaan yang berkembang
di abad ke-7 masehi ini. Pendapat ini memiliki dukungan bukti tertentu
yang membuat semakin sulit mengetahui letak kerajaan Sriwijaya secara
pasti. Pendapat yang pertama datang dari Pirre-Yves Manguin yang
melakukan penelitian pada tahun 1993, dimana ia berpendapat bahwa
kerajaan Sriwijaya terletak di daerah sungai Musi antara Bukit Siguntang
dan Sabokiking yang saat ini masuk dalam wilayah provinsis Sumatera
Selatan.
Pendapat
lain adalah dari ahli sejarah Soekmono yang mengatakan bahwa pusat
kerajaan Sriwijaya ada di hilir sungai Batanghari, yakni antara Muara
Sabak hingga Muara Tembesi yang berada di provinsi Jambi. Ada lagi
pendapat lain yang mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di
sekitar candi Muara Takus yang masuk dalam provinsi Riau yang
dikemukakan oleh Moens. Dasar dari pendapat ini adalah petunjuk rute
perjalanan I Tsing dan ide mengenai persembahan untuk kaisar China pada
tahun 1003, yakni berupa candi. Namun hingga kini belum ada kesepakatan
dan bukti yang sangat kuat dimana pusat kerajaan Sriwijaya sebenarnya
berada.
Peninggalan kerajaan Sriwijaya
Peninggalan
kerajaan Sriwijaya ada dua macam, yakni secara fisik yang berupa benda
yang membuktikan kerajaan ini pernah ada di masa lalu dan peninggilan
sosio-kultural yang hingga saat ini masih dianut oleh bangsa kita.
Peninggalan fisik ini berupa candi, prasasti dan benda-benda lain
seperti keramik dan gerabah yang ada di berbagai daerah di wilayah Asia
Tenggara. Prasasti kerajaan Sriwijaya antara lain:
- Prasasti Kota Kapur di Bangka
- Prasasti Telaga Batu ditemukan pada tahun 1918
- Prasasti Karang Berahi ditemukan pada tahun 1904
- Prasasti Kedukan Bukit ditemukan pada tahun 1920
- Prasasti Talang Tuo ditemukan pada tahun 1920
- Prasasti Boom Baru
Diantara
semua prasasti di dalam negeri tersebut, prasasti Kota Kapur adalah
prasasti tertua yang bertahun 682 masehi. Prasasti ini menceritakan
perjalanan Dapunta Hyang dari Minanga dengan perahu berasama 20.000
pasukan dan 200 peti perbekalan serta 1.213 tentara yang berjalan kaki.
Selain
di dalam negeri, Sriwijaya juga meninggalkan jejak di luar negeri.
Peninggalan Sriwijaya dapat ditemukan di India berupa kuil Budha.
Kerajaan Sriwijaya memiliki peninggalan selain prasasti yakni berupa
barang keramik dan tembikar. Salah satu contohnya adalah peninggalan di
Jawa Tengah yang masih dapat kita lihat sampai saat ini. Peninggalan ini
terjadi pada saat Sriwijaya memindahkan pusat kekuasaan dari Sumatera
ke Jawa. Pada masa itu kerajaan diperintah dari wangsa Syailendra yang
membangun banyak candi seperti candi Kalasan, candi Sewu dan candi
Borobudur.
Dalam
hal sosio-kultural, pengaruh kerajaan Sriwijaya saat ini masih menjadi
inspirasi budaya, misalnya lagu dan tarian tradisional Gending
Sriwijaya. Tarian Sevichai di Thailand selatan juga merupakan inspirasi
dari seni budaya Sriwijaya. Yang paling penting dari itu semua adalah
penyebaran bahasa melayu yang merupakan akar dari Bahasa Indonesia.
Bahaya melayu kuno memang digunakan pada zaman kerajaan Sriwijaya yang
dibuktikan dengan prasastinya yang menggunakan bahasa tersebut. Hubungan
dagang yang dilakukan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa standar.
Bahasa melayu pun menjadi dikenal luas. Itulah kenapa alasan Bahasa
Indonesia menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa Induk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar